Porprov Bali IX ; Gengsi, Prestasi, Politis




Kera: Maskot Porprov Bali IX/200. via TamanTirta.com

      RABU, 9 September 2009 (9-9-09) petang ini, Porprov Bali IX akan resmi dibuka di stadion Mengwi, Badung. Ribuan duta olahraga dari seluruh penjuru Pulau Dewata, sudah terkonsentrasi di multi even yang menghabiskan dana Rp 40 miliar itu.
     Setelah tujuh cabor (sepakbola, bola voli, bola basket, panjat tebing, menembak dan tenis lapangan) mendahului, seluruh mata insan olahraga Bali, kini total tertuju ke Badung. Arena penuh gengsi dan emosi antar daerah ini pun resmi digelar.
     Hajatan akbar kali ini, memang terasa sedikit berbeda. Tidak seperti halnya tiga Porda (nama Porprov dulu) terakhir, yang sejak 2003 (di Buleleng) digelar di luar Denpasar. Selain pergantian label (nama), ini adalah multi even olahraga antar Kabupaten/Kota pertama di era Gubernur Made Mangku Pastika. Juga yang pertama di era Ketua Umum (Ketum) KONI Bali, Made Nariana, yang menggantikan IGB Alit Putra.
     Tak salah, jika Porprov kali ini adalah masa transisi pengambil kebijakan politik yang tak bisa dipisahkan dari pembinaan olahraga di negeri ini, termasuk Bali. Semangat sportifitas Porprov kali ini pun terasa beda. Sejarah Porda selalu mencatat aneka persaingan tak sehat. Mulai saling bajak atlet lewat iming-iming bonus, ribut-ribut rebutan atlet, hingga kasus atlet bodong (ilegal), adalah “wajah rutin” multi even dwi tahunan itu.
Kritik yang selalu dikumandangkan, salah satunya dari media, seakan menampar insan olahraga pulau ini.         
     Perlahan, sejak Porda VII/2005 di Jembrana lalu, kasus-kasus atlet bermasalah mulai bisa diminimalisir. Walaupun tak 100 persen, paling tidak, hingga Porda VIII/2007 lalu jumlahnya kian turun. Prestise dan gengsi daerah masih menjadi pemicu, sejumlah kasus tersebut. Salah satunya untuk merengkuh prestasi secara instant.
     Namun, tumbuhnya kesadaran para pembina olahraga, termasuk KONI Bali untuk mengedepankan sportifitas mulai memberikan harapan. Meski ada satu-dua kasus, namun sekali lagi, kontrol dari semua pihak membuat prosentasenya terus menurun.
     Dampaknya pun bisa dirasakan. Bali sukses menempati posisi ke-9 (dari 33 Provinsi/kontingen) pada PON XVII/2008 di Kalimantan Timur (Kaltim) lalu. Ini adalah prestasi terbaik, sepanjang sejarah partisipasi kontingen Bali sejak PON I di Solo tahun 1948 silam. Raihan emas KONI Bali era IGB Alit Putra itu, jelas merupakan tantangan berat bagi kabinet Made Nariana. Minimal untuk mempertahankannya pada PON XVIII di Riau, tahun 2012 mendatang.
     Terakhir, Porprov kali ini jelas tak bisa dipisahkan dari Politik itu sendiri. Secara kebetulan, tahun ini adalah masuk periode akhir kepemimpinan eksekutif di dua seteru abadi olahraga Bali, yakni kabupaten Badung dan kota Denpasar. Tahun depan, keduanya akan menggelar Pilkada langsung.
Pasangan AA Gde Agung-Ketut Sudikerta (Bupati-Wagub Badung) akan mengakhiri periode kepemimpinannya (2005-2010) tahun depan. Demikian pula dengan pasangan IB Rai Dharma Wijaya Mantra-IGN Jayanegara (Wali Kota-Wawali Denpasar). Kedua pasangan tersebut (seperti halnya pemimpin daerah lainnya), adalah pemegang kebijakan penting kesiapan (terutama dana), kedua kontingen yang selalu bersaing di papan atas dua Porda terakhir itu.
     Hubungan politisnya dengan Porprov juga sudah jelas. Sadar atau tidak sadar, arena ini seakan menjadi pemanasan kampanye bagi yang “berkemas” jelang Pilkada 2010 di kedua daerah tersebut. Perang baliho dengan balutan tema Porprov pun sudah terbentang sejak tiga bulan belakangan di sudut-sudut Kota Denpasar dan Badung. Kebetulan pula, sejumlah “orang-orang penting” (berkepentingan) di Pilkada nanti, adalah aktor utama dalam Porprov kali ini.
     Bukan rahasia umum, Ketua Panitia Porprov IX yang juga Sekkab Badung, Wayan Subawa sedang pasang kuda-kuda untuk menyaingi Rai Mantra dalam perebutan Denpasar 1. “Perang” lainnya, Ketum KONI Bali, Made Nariana juga pasang baliho Porprov, di sejumlah sudut wilayah Badung. Kabarnya, ini adalah warming up alias pemanasan untuk perebutan Badung 1. Itu berarti, mantan Ketua PWI Bali itu sedang bersiap menyaingi sang incumbent, Agung-Sudikerta. Meskipun Subawa dan Nariana masih malu-malu mengakuinya, benar atau tidaknya kasak-kusuk itu, waktu lah yang akan membuktikannya.
     Melihat peta tersebut, keinginan insan olahraga Bali pastilah hanya satu. Yakni melihat Porprov kali ini, bisa dilepaskan dari ambisi terselubung yang menungganginya. Baik ambisi prestasi secara tak sehat maupun politik. Mulai Pembina, atlet, pelatih, ofisial hingga para pengambil kebijakan politik harus ingat satu hal. Bahwa, ajang Porprov kali ini adalah arena sportifitas, demi prestasi dan kebanggaan olahraga Bali ke arena nasional. Bukan ajang pemuas lewat prestasi instant, dan kepentingan pribadi secara politik. Semoga semua menyadarinya. Salam Olahraga !(sihan_radar@yahoo.com)

Komentar

Postingan Populer