Kampanye Pamer di Japa

SUNGGUH miris melihat apa yang dipertontonkan Partai Demokrat (PD), pada kampanye terbuka Pemilu 2009 ini. Terutama saat kampanye perdananya di Bali di Lapangan Kapten Japa, Sanur, Sabtu (21/3) lalu. Saat demokrasi Negeri ini merayap menuju kedewasaan, PD seakan mengajak rakyat kembali ke era rezim orde baru.
Road show kedua (setelah Jakarta) partai yang dibidani Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini seakan jadi ajang pamer. Pamer kekuatan, pamer massa, dan pamer kekayaan. Tak jauh beda ketika Golkar (sekarang Partai Golkar) masih berjaya di era orde baru.
Bagaimana tidak. Selaku penguasa, SBY yang duduk sebagai Ketua Dewan Pembina DPP PD dan jajarannya benar-benar all out. Mulai pemasangan iklan besar-besaran di media elektronik, cetak hingga mengontrak artis-artis papan atas mereka lakukan untuk menarik massa di kampanye terbuka kali ini.
Lihat saja deretan Kota-kota yang dilalui road show sang penguasa ini. Setelah Jakarta (Kamis 19/3) dan Bali (Sabtu 21/3), selanjutnya rombongan SBY bersafari ke Makassar, Palembang, Bandung, Serang, Medan, Aceh, Padang, Surabaya, Jogjakarta, dan diakhiri di Semarang.
Lihat pula deretan artis-artis yang dibawanya. Andra & The Backbones, Ungu, The Changcuters, Ikke Nurjannah, Cici Paramida, Siti KDI, Dewi Yull, dengan MC Andhara Early serta Edwin dan Jhody.
Bisa direka-reka berapa anggaran untuk rombongan mirip sirkus keliling itu road show ke sejumlah kota besar di tanah air. Bisa dihitung berapa harga manggung para artis itu. Satu band besar seperti Ungu misalnya, tarifnya konon mencapai Rp 80 juta (sekali tampil!). Belum lagi tradisi mengangkut massa ke arena kampanye yang diselingi kebut-kebutan simpatisan partai yang berdampak kemacetan lalu lintas.
Juga berapa besar dana untuk pemasangan iklan di berbagai media. Lainnya, ada bocoran, saat kampanye PD di lapangan Kapten Japa, Jumat lalu dananya mencapai angka Rp 2,6 miliar. Sebuah nilai yang mungkin “kecil” bagi partai penyokong seorang penguasa. Tapi, layakkah itu dipamerkan oleh sang penguasa saat perekonomian Negara ini masih labil?
Tak ada yang salah dengan kampanye PD. Aturan pun tak melarang adanya Show of Force (pamer kekuatan). Toh partai lain juga melakukannya. Toh semua senang. Media dapat iklan, artis dapat job, kader di bawah pun kecipratan. Dapat kaos, bendera gratis atau mungkin uang transport (semoga tidak ada).
Hanya yang disayangkan, jelas pamer itu tadi. Sebagai seorang pemimpin plus “juara bertahan” (di Pilpres nanti), SBY dan partainya seharusnya menjadi contoh kesederhanaan bagi partai kompetitornya. Bukan malah jor-joran dan pamer keperkasaan di depan hidung rakyat yang belum semuanya sejahtera.
Apalagi, panwaslu Bali banyak menemukan pelanggaran bahkan menjamur di lapangan Japa (Radar Bali 21/3) saat kampanye PD. Termasuk belum seratus persennya SBY menanggalkan statusnya sebagai RI 1. Salah satunya, Panwas menemukan banyaknya mobil berplat merah yang seliweran selama kampanye di lapangan Japa.
Kondisi ini jelas tak jauh beda dengan dengan era rezim orde baru. Sang penguasa menggunakan segala cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Dengan bumbu-bumbu yang lebih tepat disebut jualan kecap (selalu nomor 1).
Wajib ditunggu aksi Panwaslu Bali yang telah menegur Ketua Umum DPD PD Bali IGB Alit Putra atas banyaknya pelanggaran di Kapten Japa. Wajib ditunggu beranikah panitia pimpinan Made Juana ini menindaklanjutinya.
Perlu disadari, pendidikan politik bangsa ini masih merambat. Sudah seharusnya, ketika rakyat mulai melek politik dan hukum, para pemimpin lebih mengedepankan pemaparan visi dan misi dengan lebih cerdas. Bukan dengan pamer kekuatan atau menjual mimpi dengan iming-iming mimpi pula.(*)

Rosihan Anwar,
Ubung Kaja, Denpasar, Minggu 25 Maret 2009

Komentar

Postingan Populer