Selundupan di Selat Bali

BUKAN rahasia umum, perairan Selat Bali rawan penyelundupan. Itu bisa dibuktikan dengan tingginya intensitas tangkapan barang-barang ilegal melalui laut perbatasan Jawa-Bali itu. Baik melalui jalur resmi penyeberangan Feri ASDP maupun via perahu nelayan atau tradisional. Itu salah satu penyebab, wacana pembangunan Jembatan langsung Bali-Jawa (seperti Suramadu/Surabaya-Madura) belakangan hilang.
Petugas pun kerap dibuat pusing, karena kenekatan para pelaku. Apalagi, pelakunya nyaris selalu pemain lama, alias itu-itu saja. Seperti yang dilakukan I Komang Gde Arya alias Tomat, 27. Warga Lingkungan Arum, Kelurahan Gilimanuk, Melaya, Jembrana itu, dalam seminggu, sudah dua kali kedapatan menyelundupkan unggas tanpa dilengkapi dokumen resmi dari Jawa ke Bali.
Parahnya, saat tangkapan pertama pada Minggu (24/2) lalu, Tomat sempat membuat pernyataan tertulis. Dia berjanji tak akan mengulangi usaha haramnya itu. Nyatanya, dia tetap bandel dan mengulangi lagi aksinya pada Kamis (5/3) sore. Modusnya sama, menitipkan unggas seperti ayam atau mentok, ke truk pengangkut barang.
Tak ayal, ulah Tomat itu membuat gerah KPT Wilker Gilimanuk dan KP3 Laut setempat. Sebab, aksi itu membuat pihak-pihak pengawal perbatasan tersebut makin berat kerjanya. Terutama saat Pemkab Jembrana dan Pemprov Bali sedang giat-giatnya memerangi virus AI (Avian Invluenza) penyebab flu burung yang dibawa unggas. Apalagi, setelah dilakukan rapid test, unggas-unggas itu positif AI, sehingga harus dimusnahkan.
Kerawanan Selat Bali dari penyelundupan memang tak bisa dihindari. Jarak tempuh Ketapang (Banyuwangi)-Gilimanuk relatif dekat (dan mudah dijangkau). Bahkan dengan perahu nelayan saja, tak perlu berjam-jam untuk mencapai daratan, baik dari Bali ke Jawa maupun sebaliknya. Selain itu, sejak tahun 60-an, wilayah tersebut memang dikenal sebagai arena transaksi hewan illegal. Seperti sapi maupun kambing yang diselundupkan lewat perahu tradisional untuk memasok pasar hewan besar seperti Beringkit, Mengwi, Badung.
Sehingga, tak salah banyak yang memanfaatkan akses “basah” itu. Faktor lainnya, mengingat kebutuhan perekonomian masyarakat Bali banyak didatangkan dari Jawa. Salah satunya unggas termasuk ternak. Terutama jelang hari-hari besar umat Hindu di Bali yang sebentar lagi akan tiba. Mulai Hari Raya Galungan, Kuningan dan Nyepi yang jatuh dalam bulan Maret ini.
Yang perlu disikapi, apa benar hanya ada kasus seperti Tomat? Hal ini patut dipertanyakan, karena mental oknum petugas di perbatasan Bali Barat itu dikenal buruk. Beberapa waktu lalu, sejumlah oknum penjaga perbatasan Gilimanuk dipecat berjamaah. Mereka kedapatan dan terbukti menerima uang sogokan dari pendatang yang tak punya KTP.
Nah, bisa saja Tomat apes, karena “setoran” kurang, atau ada oknum yang tak kecipratan hingga dia kembali ditangkap. Semoga dugaan itu salah, dan KPT Wilker dan KP3 Gilimanuk benar-benar profesional. Yang jelas, tak akan ada pelaku yang berani jika tak ada peluang atau ada beking kuat di balik aksinya. Jadi, jangan hanya pelaku penyelundupan yang dihukum berat jika tertangkap.
Pihak-pihak terkait terutama dari aparat pemerintah di perbatasan pun juga harus bersih. Dan ditindak tegas, jika terbukti terlibat penyelundupan. Pasalnya, sehebat apapun aturan (Perda dan sebagainya, red), jika ada oknum aparat yang ikut bermain dan memberi celah pelaku, jelas semua tak ada artinya.(*)

Komentar

Postingan Populer