MisKONImunikasi

GOR Swecapura, Semarapura, Klungkung, Sabtu, 14 Juli 2007. Pukul 16.00 jelang petang. Sehari sebelum Porda VIII/2007 ditutup Gubenur Bali (saat itu) Dewa Made Beratha di lapangan Astina, Gianyar. Itu adalah hari keempat penulis ngepos di GOR yang (saat itu) masih bau cat, untuk tugas meliput Porda Bali edisi kedelapan tersebut.
Sore itu, di dalam GOR suasana riuh. Tim basket putra Badung sudah unggul jauh atas Buleleng di partai final. Diva (kapten Badung) dkk akhirnya menang meyakinkan 72-39 untuk merebut emas bola basket.
Agenda liputan penulis hari itu, memang sudah tak sepadat hari-hari sebelumnya. Maklum, hampir semua cabor yang digelar di Klungkung sudah mengakhiri final, kecuali basket dan tinju yang akan digelar malam hari itu di lapangan Puputan Klungkung. Tugas utama dari redaktur halaman olahraga Radar Bali saat itu (I Putu Suyatra) adalah membuat kalkulasi, siapa yang akan menjadi juara umum.
Jawabannya memang sudah diketahui sejak awal. Hingga hari keempat, juara bertahan kontingen Badung sudah unggul jauh. Mereka sudah merajai tujuh cabor dan mengoleksi 70 emas, jauh di atas rival berat mereka, Kota Denpasar. Ketua harian KONI Kota Denpasar (saat itu), IGA Susila ditemui sore itu di tribun barat GOR Swecapura, saat menyaksikan final basket, sudah lempar haduk.
Sementara Sekum KONI Badung, Cok Raka Darmawan ditemui di tempat yang sama masih malu-malu kucing. Ditanya kans besar Badung juara umum lagi, pria asal Gianyar itu menjawab diplomatis.”Kami tak mau mendahului, tunggu sampai penutupan saja,”elak Kadis Pendidikan Badung tersebut yang saat itu masih menjabat Kabag Hukum.
Usai final basket, penulis mengirimkan bahan-bahan untuk terbitan esok hari (15 Juli 2007), sambil menunggu hasil final tinju yang mementaskan sembilan kelas. Saat dikejar deadline, sekitar pukul 21.00, handphone flexi penulis berbunyi.
Di ujung telepon, Kabag Humas Pemkot, Made Erwin Suryadarma seperti orang ngos-ngosan. Orang paling populer dalam urusan publikasi di Pemkot itu seperti mau melakukan start lari. Dia mengabarkan, sedang berada di hotel Nikki, Denpasar,”ngapain bos?,”tanya penulis.
Erwin yang juga humas KONI Kota menuturkan, dia baru saja mengikuti rapat KONI Bali bersama KONI daerah di hotel di bilangan Gatot Subroto, Denpasar itu. Hasil utamanya, Karangasem resmi ditunjuk menjadi tuan rumah Porda (sekarang Porprov) edisi ke-10 tahun 2011. Dia menceritakan, saat penentuan tuan rumah usai Porda IX Badung 2009 (yang sudah diputuskan sejak Porda VII/2005 di Jembrana) itu sedikit tegang dan alot.
Penyebabnya, karena delegasi Buleleng dan Jembrana ternyata mengajukan diri (lagi) menjadi tuan rumah. Namun, keinginan itu bertepuk sebelah tangan. Ketua Umum KONI Bali saat itu, IGB Alit Putra ingin pemerataan. Alasan lain, karena Buleleng baru saja menjadi tuan rumah tahun 2003 dan Jembrana tahun 2005.
Nah, sempat terjadi perdebatan, hingga mencuat keinginan (agar adil), Denpasar saja menjadi alternatif. Namun, wacana itu ditolak halus oleh delegasi Denpasar (salah satunya Erwin, red). Alasannya, Denpasar ingin agar pembangunan infrastruktur olahraga di Bali kian merata.
Selain itu, Wali Kota Denpasar (saat itu) AA Puspayoga, juga tak ingin penunjukan itu menjadi masalah politik. Karena pada 2011 dia sudah tak lagi menjadi wali kota (pada 2008 sudah naik menjadi Wagub Bali, red). Hingga rapat akhirnya menyepakati Karangasem (yang delegasinya menyatakan siap) menjadi tuan rumah Porda 2011.
Erwin tak salah ngos-ngosan. Prediksi penulis, dia seperti tak ingin esok hari ada judul berita,”Denpasar tolak jadi tuan rumah Porda 2011!,” di koran-koran lokal. Dengan berapi-api, pria asal Buleleng itu menjelaskan A sampai Z soal penolakan itu. Mungkin, karena Denpasar saat itu sedang “dipukul” kanan-kiri dalam urusan olahraga. Mulai kegagalan menjadi juara umum Porda, kalah dari Badung, atletnya dibajak, hingga bonus minim dan lainnya.
Bagi penulis, kabar dari Erwin itu sangat bernilai. Karena jujur, penulis tidak tahu ada rapat itu. Selama Porda VIII (juga digelar di Gianyar, Karangasem dan Bangli), antara wartawan dan KONI memang seperti kucing-kucingan. Maklum, itu adalah Porda di luar Denpasar yang paling njelimet. Digelar di empat kabupaten sekaligus, dengan jarak antar venues masa ampun jauhnya. Salah satu buktinya ya rapat itu. Karena tidak digelar di salah satu kabupaten penyelenggara, tapi malah “sembunyi” di Denpasar.
Dari catatan itu, penulis kemudian menjadi merasa aneh, ketika dua tahun kemudian (belakangan, red) ketua umum KONI Bali, Made Nariana, banyak mencuatkan kabar soal tuan rumah Porprov X yang sudah jelas diputuskan di Karangasem. Mantan Sekum KONI era Alit Putra itu mengaku, sudah didekati Buleleng dan berbicara dengan Sekkot Denpasar, soal kemungkinan menjadi penyelenggara multi event dua tahunan itu.
Sementara di lain pihak, berulang kali Wabup yang juga Ketua Umum KONI Karangasem, I Gusti Lanang Rai, menyatakan kesiapan bumi lahar. Yakni menyiapkan anggaran hingga melakukan pembebasan lahan untuk membangun stadion guna menjadi tuan umah Porprov tahun 2011. Apakah ada miskomunikasi antara pengurus KONI Bali yang baru dengan kebijakan pengurus lama? Menurut hemat penulis, sebaiknya (pengurus anyar) KONI Bali membuka lagi arsip hasil rapat di hotel Nikki itu.(*)

Komentar

Postingan Populer