Polisi Dikeroyok

KASUS pengeroyokan terhadap aparat keamanan kembali terjadi. Terakhir, korbannya adalah anggota KP3 Benoa, Brigadir I Ketut Nuada, 35. Dia bernasib apes, saat melerai perkelahian antar penumpang kapal di dermaga timur Pelabuhan Benoa, Jumat (17/7) dini hari lalu.
Petaka terjadi, karena usai melerai, Nuada kemudian dikeroyok sejumlah pria dari salah satu kelompok. Akibatnya, Nuada mengalami luka-luka serius. Tiga giginya rontok dan dia harus mendapat perawatan di Rumah Sakit. Polisi sendiri sudah berhasil mengamankan 15 pelaku yang seluruhnya merupakan pekerja asal Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi awal bulan ini. Seorang perwira Kodam IX/Udayana, bernama Kapten Susiyanto, juga dikeroyok dan ditusuk oleh sekelompok pemuda. Saat itu, sang kapten sedang dugem di New Star Karaoke (bekas Dewata) pada Rabu (1/7) dini hari lalu.
Memang ada perbedaan dalam kasus ini. Korban Kapten Susiyanto kabarnya membuat Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Hotmangaradja Panjaitan geram. Sebab, Susiyanto dikeroyok di tempat hiburan malam. Yang lebih memalukan, kasus itu terjadi di luar jam dinas. Sehingga, Susiyanto pun terancam sanksi dari kesatuannya.
Sementara untuk kasus Brigadir I Ketut Nuada, dia apes karena saat itu sedang bertugas dengan pakaian preman. Para pengeroyok baru semburat setelah sang polisi bersusah payah menunjukkan identitasnya. Itu pun sudah terlambat, karena Nuada sudah hampir sekarat.
Dari kasus ini, memang agak pelik mengurainya. Sebab, dalam hal ini agak sulit membedakan aparat yang on duty (sedang bertugas) dengan aparat yang sedang menjadi sipil. Batasannya pun sangat sulit ditarik. Sama sulitnya ketika seorang marinir Selandia Baru yang tewas di Bounty beberapa bulan lalu.
Seorang aparat, jelas berbeda jiwanya ketika mendapati hal tak beres di depan matanya. Baik saat dia bertugas maupun tidak. Apalagi, ketika mendapat perlawanan, dia tentu punya cara untuk unjuk diri. Bahwa dia aparat dan seterusnya. Sebaliknya, orang sipil juga sangat sulit membedakan, saat aparat berpakaian preman atau sipil. Di sinilah kerap terjadi salah paham, hingga berujung maut.
Peristiwa di Benoa maupun New Star Karaoke, jelas tak kita inginkan lagi. Sehingga sudah saatnya, baik aparat maupun masyarakat sipil dapat menjaga diri dalam situasi apapun. Seorang aparat jelas harus menujukkan jati diri dengan menjadi contoh bagi masyarakat biasa.
Jika disederhanakan, masyarakat umum pasti akan menghormati aparat, jika sang aparat juga menghargai korps dan warga yang diayominya. Demikian sebaliknya. Selain itu, bagi tokoh-tokoh masyarakat maupun petinggi di kepolisian dan TNI pun harus terus membina masyarakat dan para anggotanya. Kita berharap semua yang berhubungan dengan kekerasan dapat diselesaikan secara hukum.(*)

Komentar

Postingan Populer