Bandar Ekstasi

PEREDARAN narkoba di negeri ini kian meresahkan. Beragam cara dan upaya dilakukan pemerintah, belum juga bisa memberantasnya. Era globalisasi dan pesatnya perkembangan masyarakat, membuat narkoba tanpa disadari telah menjadi salah satu bagian di dalamnya. Makanya, terungkapnya kasus demi kasus tak kunjung menghentikan peredaran narkoba hingga ke akar-akarnya.
Terakhir, Dit Narkoba Polda Bali, pada Jumat (14/8) lalu menangkap seorang Bandar ekstasi bernama Hartanto Candra, 41. Warga jalan Tegal Wangi No. 20 Denpasar itu, dibekuk bersama 2.285 butir pil setan. Semuanya berlogo F4 dengan beragam warna. Ini adalah tangkapan kedua di Bali yang cukup besar dalam dua pekan. Sebelumnya, seorang penghuni Lapas kelas II A Kerobokan bernama Aryo Prabowo diamankan karena membawa lima paket sabu-sabu (SS) di dalam sel penjara terbesar di Bali itu.
Pemilihan Bali sebagai lokasi peredaran barang-barang haram memang tak bisa dielakkan. Sebagai destinasi pariwisata dunia, hilir mudik pendatang lokal maupun mancanegara (wisatawan) ke Pulau Dewata adalah pasar “potensial” bagi para Bandar. Termasuk bagi para penikmat barang-barang “enak gila” itu.
Membentangnya kawasan hiburan yang bersaing menggaet pengunjung di kawasan Kuta, Nusa Dua maupun Denpasar, adalah lahan subur bagi yang memanfaatkan narkoba. Bandar, perantara, hingga konsumen barang haram bisa berhubungan dengan leluasa untuk bertransaksi. Bahkan ada kesan, Bali juga surganya Narkoba. Sebuah kesan yang jelas tidak kita inginkan. Walaupun kenyataan di lapangan, hal itu tidak meleset.
Yang memprihatinkan, para konsumen kian tahun menujukkan tren bukannya menurun. Bahkan sudah merambah ke siswa sekolah yang memang rentan dengan godaan. Upaya pencerahan dan pencegahan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ada di setiap Kabupaten/Kota, sepertinya belum banyak menghasilkan dampak. Karena, penyebab masalah narkoba memang kompleks.
Sebab, kedatangan barang-barang haram sangat sulit dibendung. Bahkan, dalam beberapa dasa warsa, barang-barang tersebut tak perlu lagi diimpor. Karena, produsennya sudah ada di dalam negeri. Beberapa kali penggerebekan di “home industri” beromzet miliaran rupiah itu tak juga bisa menghentikan maraknya peredaran narkoba. Belum lagi, adanya dugaan masih lemahnya pengawasan keluar masuknya barang di sejumlah pintu gerbang negeri ini.
Menyerahkan masalah narkoba kepada BNN maupun Kepolisian semata jelas tidak cukup. Perlu upaya terus menerus dari semua pihak, agar generasi bangsa ini tak mudah terjerumus mengkonsumsi barang-barang terlarang. Apalagi, tingkat kematian akibat kecanduan narkoba dan sejenisnya kian tahun makin meningkat. Mulai orang biasa, pengusaha, artis hingga pejabat banyak yang menjadi korbannya.
Menangkap satu Bandar narkoba, bisa jadi hanya mencabut satu akar yang telah menjalar luas. Butuh upaya keras dari kita semua untuk memutus akar itu hingga hilang sama sekali. Walaupun terdengar mustahil dan berat, namun semua dibutuhkan sebagai sebuah upaya penyelematan generasi penerus kita.
Hal lainnya, masalah narkoba ini juga erat hubungannya dengan masalah penanganannya ketika sampai di pengadilan. Nyaris selalu ada keputusan yang tak seragam. Di satu pengadilan hukuman bisa sangat tinggi hingga mati, namun di pengadilan lain hukuman justru sangat ringan, bahkan menguntungkan seorang terdakwa narkoba. Sehingga, yang dibutuhkan adalam penanganan tegas tentang narkoba mulai hulu hingga hilir, untuk satu kata memberantas Narkoba.(*)

Komentar

Postingan Populer